Selasa, 26 Mei 2009

ESENSI PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN



Kota Tangerang Selatan (Tangsel)dibentuk dengan dasar hukum UU No. 32/2007, tanggal 29 Oktober 2008, meliputi Kecamatan Ciputat, Ciputat Timur, Pamulang, Pondok Aren, Serpong, Serpong Utara dan Setu. Sebelah timur berbatasan dengan Kota Jakarta Selatan (DKI Jaya) dan Kota Depok (Jawa Barat), sebelah selatan berbatasan dengan Kota Depok dan Kabupaten Bogor (Jawa Barat), sebelah utara berbatasan dengan Kota Tangerang, dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tangerang. Kota Tangerang Selatan meliputi luas wilayah 210,49 km2 dengan jumlah penduduk mencapai 966 ribu, dengan kepadatan penduduk mencapai 4.589 jiwa per km2.

Pembentukan Kota Tangerang Selatan sebenarnya dapat dikatakan terlambat, jauh tertinggal oleh kota-kota otonom lainnya seperti Cilegon, Depok, Cimahi, Banjar, Batu dan beberapa kota lain di luar Jawa. Mengacu pada kriteria pemekaran seperti kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk dan luas daerah, Tangerang Selatan cukup layak jika dibanding kota-kota otonom lain yang baru dibentuk. Dari segi luas wilayah, Kota Tangerang Selatan lebih luas dibanding Kota Jakarta Selatan dan Kota Bogor, sedangkan dari segi jumlah penduduk hampir sama dengan jumlah penduduk Kota Jakarta Pusat, dan lebih banyak jika dibanding penduduk Kota Bogor.

Dari segi kemampuan ekonomi, kecamatan-kecamatan di Tangerang Selatan merupakan lumbung bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi Kabupaten Tangerang. Sektor perkotaan di kawasan ini sudah berkembang pesat, terdongkrak oleh pertumbuhan ekonomi di DKI Jaya, khususnya Jakarta Selatan. Untuk beberapa lokasi di perbatasan, menjadi sulit untuk membedakan apakah termasuk Kawasan Jakarta Selatan atau Tangerang Selatan, bahkan sebagian masyarakat 'merasa' sebagai penduduk Jakarta Selatan.

Perkembangan kawasan Tangerang Selatan, terutama untuk sektor perdagangan, jasa dan perumahan bisa dikatakan yang paling pesat di Indonesia. Sebagai gambaran, para pendatang akan menjadi heran kalau memasuki Kecamatan Serpong, "Wahh… masa kota seperti ini tidak ada wali kotanya, masa hanya berstatus kecamatan…" Serpong merupakan kecamatan yang memiliki fasilitas perkotaan paling lengkap, terutama dengan beroperasionalnya pengembang-pengembang besar seperti BSD City, Alam Sutera, Gading Serpong, dan sebagainya. Di kecamatan ini telah berdiri beberapa pusat perbelanjaan dan pusat bisnis berkelas internasional, sehingga Serpong telah menjadi Kota Wisata belanja. Selain itu di Serpong juga sudah ada beberapa perguruan tinggi seperti Institut Teknologi Indonesia (ITI) dan Swiss German University (SGU), serta beberapa pusat penelitian milik pemerintah seperti Puspitek. Selain layak dikembangkan menjadi pusat pemerintahan, Kecamatan Serpong bisa dikembangkan menjadi pusat agropolitan. Berbagai jenis tanaman hias (forikultur) seperti anggrek telah banyak diusahakan di kawasan ini.

Kecamatan Ciputat juga mengalami pertumbuhan yang pesat, meskipun dihadapkan pada infrastruktur seperti jalan-jalan dalam kota yang belum memadai. Kemacetan lalulintas menjadi pemandangan sehari-hari di Ciputat. Meskipun telah dibangun Jalan Tol Serpong yang menghubungkan kawasan Jakarta Selatan, Pondok Aren, Ciputat dan Serpong, tetapi belum mengatasi persoalan kemacetan. Di Ciputat sudah sejak lama berdiri beberapa perguruan tinggi seperti Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah (UIN), Universitas Muhamadiyah.

Kecamatan Pondok Aren merupakan sentra pengembangan kawasan pemukiman dan bisnis. Di Pondok Aren misalnya telah berkembang pemukiman Bintaro Jaya dengan berbagai kelengkapan infrastruktur perkotaannya. Selain itu di beberapa kelurahan seperti Parigi, Pondok Pucung dan Jurangmangu Barat saat ini berkembang industri rumah tangga untuk komoditi sepatu, tas dan handuk. Tidak jauh berbeda dengan Kecamatan Serpong, Ciputat dan Pondok Aren, meskipun tidak berbatasan langsung dengan DKI Jakarta, Kecamatan Pamulang pun mengalami pertumbuhan yang pesat, bahkan tingkat kepadatan penduduknya melampaui kawasan lain, saat ini sudah melampaui 8.000 jiwa per km2. Khusus Kecamatan Cisauk masih banyak memiliki ruang terbuka untuk dikembangkan lebih lanjut, baik untuk pemukiman, industri atau bisnis agro. Kepadatan penduduk Cisauk masih sekitar 2.000 jiwa per km2.

Esensi Pembentukan

Pembentukan Kota Tangerang Selatan memang merupakan aspirasi masyarakat setempat, tujuan utamanya ialah supaya tingkat kesejahteraan meningkat. Pengelolaan daerah secara otonomi dan mandiri diharapkan dapat memperpendek rentang kendali pemerintahan, sehingga pengelolaan potensi daerah dan sumberdaya manusia bisa lebih optimal. Sebagai kunci sukses terletak pada kemampuan para pengelola yang menduduki birokrasi pemerintahan, mulai dari yang menduduki posisi yang tertinggi sampai yang terendah. Mulai dari Wali Kota, Kepala Dinas/Instansi, Camat sampai Lurah/Kepala Desa, apakah benar-benar memahami posisinya sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Begitu pula DPRD yang menjadi lembaga perwakilan rakyat daerah, apakah benar-benar memahami posisinya sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Menjadi penyelenggara bukan hanya 'sekedar menyelenggarakan' atau 'sekedar berjalan', namun harus benar-benar berorientasi pada 'penyelenggaraan yang berkualitas dan profesional'. Dalam hal ini yang menjadi fokus adalah pelayanan terhadap masyarakat, terutama yang terbelenggu persoalan kemiskinan, pengangguran, pendidikan dan kesehatan. Itulah esensi pembentukan daerah otonom baru. (Atep Afia)

Sumber Gambar:
http://www.kompas.com/data/photo/2008/04/28/142850p.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgfe7FGJD2ndnarn250z6LkH12l1HYfmcQ98kDRbetI7AegJ2bULpfC6JmzgtMOSfVrSvMdH7aOr6QaWvwrwasveR1oOCkDUMaTgiciIV2-T_YBBPIIWrWzC5bdVKCPH0tZ_O8Rq2RecPMO/s400/tangsel002

NASIB KABUPATEN SERANG PASCA TERBENTUKNYA KOTA SERANG



Sudah sepantasnya Kota Serang terbentuk, mengingat kedudukannya sebagai Ibu Kota Propinsi Banten dan perkembangan perkotaan di Kecamatan Serang dan sekitarnya yang memerlukan pengelolaan administrasi pemerintahan secara khusus.

Kota Serang akan meliputi enam kecamatan, yaitu Kecamatan Serang, Kasemen, Cipocok jaya, Walantaka, Curug, dan Taktakan. Kota Serang memiliki luas wilayah 266,74 km2 atau meliputi 15,38 persen dari luas wilayah Kabupaten Serang, dengan jumlah penduduk sekitar 467 ribu jiwa atau 26,9 persen dari jumlah penduduk Kabupaten Serang, serta kepadatan penduduk mencapai 1.752 jiwa per km2.

Dari segi wilayah, Kota Serang lebih luas jika dibandingkan dengan Kota Tangerang (186,97 km2) dan Kota Cilegon (175,51 km2). Penduduk Kota Serang lebih banyak dibanding Kota Cilegon (331 ribu jiwa) tetapi jauh lebih sedikit jika dibandingkan penduduk Kota Tangerang (1,5 juta jiwa). Sedangkan tingkat kepadatan penduduk Kota Serang lebih rendah jika dibandingkan dengan Kota Cilegon (1.902 jiwa/km2) dan Kota Tangerang (8.091 jiwa/km2). Dengan berstatus Kota Otonom maka pengembangan Kota Serang akan lebih terarah dan terencana, begitu pula peningkatan kualitas pelayanan terhadap masyarakat bisa berlangsung lebih optimal. Berbagai indikator potensi daerah seperti yang tercantum dalam PP No. 29/2000 bisa dikelola dengan baik, sehingga Kota Serang akan segera bangkit dan kedudukannya sejajar dengan kota-kota lain yang menjadi ibukota propinsi.

Potensi Kota Serang

Kondisi Kota Serang saat ini belum mencerminkan sebuah kota di Pulau Jawa yang berstatus ibu kota propinsi, tidak usah dibandingkan dengan Bandung, Semarang, Yogya atau Surabaya, dengan Cilegon dan Tangerang saja masih kalah 'cemerlang'. Ketika seorang pendatang masuk ke Kota Serang, mungkin dalam benaknya muncul pertanyaan 'Inikah sebuah ibu kota propinsi ?'.

Perlahan tapi pasti, Kota Serang mulai 'menggeliat', terutama setelah terbentuknya Propinsi Banten, 4 Oktober 2000 lalu, di mana Serang dipilih menjadi pusat pemerintahan, mengalahkan Tangerang yang memiliki infrastruktur jauh lebih baik. Secara historis Serang pernah menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Banten, resminya mulai tahun 1808, yaitu setelah Daendels menghancurkan Keraton Surosowan, yang menjadi pusat pemerintahan di Banten Lama. Alasan historis itulah yang menjadikan Serang sebagai ibu kota propinsi.

Dengan menyandang status ibu kota propinsi, bidang perekonomian beberapa kecamatan seperti Kecamatan Serang, Kasemen, Cipocok jaya, Walantaka, Curug, dan Taktakan mengalami perubahan yang cukup drastis. Kecamatan-kecamatan tersebut semula tergantung pada pertanian, namun saat ini kegiatan ekonomi yang bersifat perkotaan seperti industri, jasa, keuangan, pengangkutan, bangunan dan listrik mulai mendominasi. Jika untuk seluruh Kabupaten Serang kegiatan ekonomi non pertanian memberikan kontribusi sampai 85 persen, maka untuk kecamatan-kecamatan yang akan menjadi wilayah Kota Serang sudah melampaui 90 persen.

Perkembangan Kota Serang akan semakin pesat karena memiliki akses ke pintu gerbang internasional seperti Bandara Soekarno Hatta dan Pelabuhan internasional Bojonegara (masih dalam proses pembangunan). Letak Kota Serang pun tidak jauh dari Pelabuhan Banten di Ciwandan (Kota Cilegon), sehingga berbagai produk industri pengolahan bisa lebih mudah dalam menjangkau pasar internasional. Selain itu, Kota Serang sudah dihubungkan jalan tol dengan kota-kota di sekitarnya, seperti Cilegon, Tangerang, bahkan Jakarta. Berbagai kelengkapan infrastruktur tersebut diharapkan dapat menjadi daya tarik bagi investor dalam dan luar negeri, serta wisatawan Nusantara dan manca negara untuk semakin 'menghidupkan' Kota Serang. Dengan adanya pertumbuhan kota diharapkan dapat memacu kesejahteraan masyarakat Kota Serang, maka dampak pemekaran wilayahpun benar-benar dapat dinikmati seluruh lapisan masyarakat.

Selain sebagai pusat perekonomian dan pemerintahan, Kota Serang pun berpotensi untuk dikembangkan menjadi pusat pendidikan dan kebudayaan. Saat ini di Serang terdapat belasan perguruan tinggi dengan berbagai bidang studi, dua di antaranya adalah PTN, yaitu Universitas Tirtayasa (Untirta) dan IAIN Maulana Yusuf. Untuk mempercepat kemajuan Kota Serang dan Propinsi Banten pada umumnya, beberapa bidang studi seperti teknologi informasi, ilmu komunikasi, bioteknologi, ekonomi syariah dan kajian sejarah dan budaya Banten perlu mendapat perhatian yang lebih serius. Kota Serang harus menjadi 'lokomotif' untuk kembalinya masa keemasan Banten, termasuk dibidang budaya, sehingga memberikan inspirasi bagi masyarakat Banten untuk meraih kejayaannya kembali.

Nasib Kab. Serang

Setelah Kota Serang mandiri lalu bagaimana dengan nasib Kabupaten Serang. Banyak persoalan yang akan dihadapi, mulai dari pemindahan ibukota kabupaten, penyusutan pendapatan asli daerah (PAD), distribusi aset, kepegawaian, dan sebagainya. Menyangkut PAD yang meliputi retribusi pasar, parkir, rumah sakit dan terminal bus, yang sebelumnya masuk ke kas Pemda Kabupaten Serang, maka setelah lahir Kota Serang sebagian besar akan masuk ke kas Pemda Kota Serang. Hal ini secara langsung akan menyebabkan penurunan drastis PAD Kabupaten Serang. Kejadian seperti itu pernah dialami Pemda Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat setelah terbentuknya Kota Tasikmalaya. Jika pada tahun 2001 PAD Kabupaten Tasikmalaya mencapai Rp. 25 miliar, maka tahun 2002 setelah Kota Tasikmalaya terbentuk, PAD-nya hanya mencapai Rp. 14 miliar.
Sebagian besar PAD Kabupaten Serang dihasilkan oleh Kecamatan Serang dan sekitarnya, yang tidak lama lagi akan berstatus kota otonom. Namun dalam hal ini Edi Mulyadi, Ketua Tim Percepatan Pembentukan Kota Serang (TPPKS) memperkirakan, bahwa PAD Kota Serang dapat mencapai Rp. 12 miliar, sementara PAD Kabupaten Serang saat ini mencapai Rp. 70 miliar (Tribun, 18 Nopember 2006).

Setelah enam kecamatan 'melepaskan diri' dari Kabupaten Serang, sebenarnya masih tersisa 28 kecamatan lagi. Namun seperti anak ayam yang kehilangan induknya, perlu proses dan waktu yang cukup lama untuk menunggu kebangkitan kecamatan-kecamatan tersebut. Hampir semua kecamatan perkembangannya tidak sepesat Kecamatan Serang yang selama ini menjadi induknya, kecuali Kecamatan Anyer yang memiliki potensi pariwisata dan Kecamatan Cikande yang berkembang pesat karena memiliki kawasan industri.
Untuk terbentuknya Kota Serang, Kabupaten Serang memiliki kewajiban memberikan dukungan pada daerah pemekaran berupa dukungan anggaran sebesar Rp. 5 miliar dari RAPBD 2007. Selain itu Kota Serang mendapat bantuan operasional dari Pemerintah Provinsi Banten sebesar Rp. 5 miliar. Setelah itu Kabupaten Serang akan membutuhkan banyak dana, antara lain untuk menyusun anggaran daerah, mengembangkan potensi wilayah dan memindahkan lokasi ibu kota kabupaten.

Mencari lokasi untuk ibu kota kabupaten tidak mudah, daerah-daerah seperti Kabupaten Bandung, Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cirebon Jawa Barat, selama puluhan tahun kantor kabupatennya masih menumpang di wilayah Kota. Begitu pula Kabupaten Tangerang, bahkan sampai sekarang upaya pemindahan ibu kota ke Tigaraksa belum tuntas, masih banyak dinas-instansi di lingkungan Kabupaten Tangerang yang masih berkantor di Kota Tangerang.

Pembentukan kota baru seperti Kota Serang, dengan sendirinya menyebabkan kabupaten induk seolah mengalami 'amputasi', sehingga harus merintis berbagai hal dari awal. Dalam beberapa kasus serupa, ternyata tingkat perekonomian seperti pendapatan domestik regional bruto (PDRB) di wilayah kabupaten induk bisa lebih rendah, jika dibandingkan dengan daerah hasil pemekaran. Hal tersebut menjadi 'pekerjaan rumah' yang cukup serius bagi pemerintah Kabupaten Serang pasca terbentuknya Kota Serang. Padahal 'pekerjaan rumah' yang lama pun masih menumpuk, mulai dari persoalan kemiskinan, pengangguran, pendidikan dan kesehatan. Berdasarkan data dari BPS dan Bappeda Kabupaten serang, jumlah keluarga miskin meningkat dari 63 ribu pada tahun 2003, menjadi 103 ribu pada tahun 2005.

Penyelesaian berbagai 'pekerjaan rumah' tersebut membutuhkan kinerja dan sinergi yang baik antara Pemda dan DPRD Kabupaten Serang. Hal yang terpenting ialah bagaimana supaya Kabupaten Serang selaku 'induk' dan Kota Serang selaku 'anak', kondisinya segera pulih pasca proses pembentukannya. Sehingga dengan posisi keduanya sebagai daerah otonom, tetap mampu mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, mengakomodasi prakarsa dan aspirasi masyarakat, dengan selalu memenuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Berbagai ketentuan dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sudah selayaknya dilaksanakan dengan baik dan penuh tanggunjawab, baik oleh Pemda dan DPRD Kabupaten Serang, maupun oleh Pemda dan DPRD Kota Serang. (ATEP AFIA)